Foto Ilustrasi Oleh Dr. Misno, MEI Allah Taโala menciptakan manusia dengan sempurna, dari jiwa mulia dan raga sempurna yang membalutnya. Kesempurnaan manusia bukan berarti tanpa cela, justru karena segalanya ada amal mulia dan dosa ia disebut manusia. Ketika imannya meningkat maka amal mulia dilakukannya, maka ia mendulang pahala dari Allah Azza wa Jalla. Namun ketika imannya turun dan berkurang adanya, ia terjatuh ke dalam lembah dosa, hingga kemaksiatan membelenggunya. Inilah hakikat dari manusia, tempat salah dan dosa, mahal al-khothoโ wa nisyan. Pemahaman ini bukan berarti kita membiarkan dosa dan kesalahan ada pada diri manusia, tidak pula memberikan toleransi kepada diri ini untuk dimengerti. Sekadar berbagi cerita tentang hakikat manusia. Bahwa ianya adalah insan penuh dosa dan kesalahan, termasuk diri kita yang mungkin di mata manusia dianggap mulia. Bukan alasan yang tepat untuk membela diri yang masih terjerat dalam maksiat, tidak pula menghibur jiwa ketika dosa masih terasa indah dirasa. Tapi memahami dari hakikat manusia itulah yang lebih utama. Bagaimana tidak? kita yang terus berusaha dan sekuat tenaga untuk menjadi manusia yang โsempurna tanpa dosaโ namun seringkali kembali terjerembab ke dalam kesalahan serupa. Yaโฆ mungkin ini adalah kelemahan kita. Ketika dosa dilakukan dengan kesadaran nyata, diri kita tak mampu untuk melawannya. Bahkan terkadang menikmatinya dengan sepenuh jiwa dan raga, kita larut ke dalamnya hingga terlupa akan neraka di akhirat sana. Saat dosa terlaksana, penyesalan muncul di dalam jiwa hingga diri merasa tak ada lagi guna. Namun, ketika dosa itu berulang di berbagai masa maka hati mulai keras dan tak lagi merasa akan apa yang dilakukannya, hingga jiwa cenderung membelanya sekuat tenaga. Kita sadar sepenuh rasa, bahwa apa yang kita lakukan itu adalah dosa. Namun jiwa ini masih belum bisa melepaskannya, mungkin terbebas sementara tapi kemudian kembali melakukannya. Sulit memang meninggalkannya, apalagi jika telah membalut jiwa, ia perlu perjuangan tiada tara agar bisa lepas daripadanya. Bagi mereka yang melihat manusia berbuat dosa, pasti dengan mudah akan mengatakannya โJangan dilakukan itu dosaโ. Bagi sebagian yang lain akan berkata โAnda memang makhluk pendosaโ, sambil menuduhkan telunjuknya ke muka kita. Lebih dari itu mereka akan mencela dan mengucilkan โpara pendosaโ karena jijik ketika bersamanya. Tentu saja tindakan mereka tidak salah, karena memang demikian adanya. Namun akan lebih bijak apabila mendatanginya dengan penuh kasih sayang, mengajak bicara dengan penuh adab dan kesopanan, membawanya dari tengah manusia dan menasehatinya dengan nita ikhlas karena Allah Taโala. Para Pendosa memang makhluk durjana, tapi bukan berarti ia ahli neraka, selagi hayat masih di badannya maka pintu taubat dan hidayahNya akan selalu terbuka. Jangan mudah mencela para pendosa, bahkan kita pun tak lepas darinya. Karena kita adalah manusia tempat salah dan dosaโฆ Banyak manusia yang memang tidak bisa memahami jiwa para pelaku dosa, karena mereka hanya melihat dari sisi dhahirnya saja. Bahkan kalau perlu para pendosa itu segera diberi hukuman yang nyata, dipotong tangan atau dirajam di hadapan manusia. Tindakan ini tidak salah, tapi lagi-lagi memahami mereka yang melakukan dosa dan kesalahan itu dengan lebih mendalam mutla diperlukan. banyak orang yang melakukan dosa dan kesalahan, kemudian mereka bersenang-senang dengannya tanpa memperhatikan syariat agama. Mereka bangga dan bahkan menyiarkan dosa dan kesalahannya di hadapan manusia, mengajak manusia untuk menjadi teman-temannya dalam dosa. Mereka itulah para pendosa yang harus diberikan hukuman dan peringatan karena telah nyata dosa dan maksiat yang dilakukannya. Namun, ada di antara manusia yang melakukan dosa bukan karena mereka suka dengan perbuatannya. Mereka hanya lalai dan alpa, terjatuh ke dalam dosa dan kemaksiatan karena kejahilan, ketidakpahaman dan ketidakkuasaan dalam membimbing dirinya. Mereka sadar itu dosa dan maksiat, namun mereka belum bisa untuk meninggalkannya. Keinginan itu terbebas dari perbuata dosa dan maksiatnya selalu ada, tapi seringkali ia terjatuh kembali dengannya. Maka bagi mereka kita harus lebih bijak, mendoakan dan selalu menasehatinya dengan kasih sayang itulah yang diharapkan. Karena bisa jadi suatu masa ia akan kuat dan dengan penuh kesadaran untuk kembali ke jalan yang benar dengan meninggalkan segala dosa dan kesalahan. Kembali kepada hakikat dari manusia, maka teruslah kita belajar agama dan memahami hakikat manusia sebagai tempat salah dan dosa. Tapi bukan membiarkan saudara kita terlena dengannya, menasehatinya dengan penuh kasih sayang. Itulah yang menjadi tuntunan agama. Semoga menjadi penghapus dosa, Bogor, 23092021. [] Pos terkaitAntusiasme Masyarakat Memanfaatkan Mudik Gratis Lebaran1 Syawal Ditetapkan 22 April 2023Jadwal Kunjungan Rutan KPK Diperayaan Idul Fitri 1444 HDirektorat Diklat KPK Raih Akreditasi LAN RISenyum Sumringah Nenek Masdiana Saat Menerima Rumah BaruKapolres Pidie Jaya Cek Pos Pelayanan dan Pengamanan Mudik Lebaran
- ฮงแนฯ ัะบะฐีฟะตะฝแีณ ีฟะพัะฒะพึะพฮป
- ะฃีบะตแะตัะฒะตฯ แะดัะณััั
- ะฯีญแีธะฟัีซั ึ ัีธ ัฮฑัััะดะพแพฯ
- ฮะทีธึีขั ะฒัะธ ฮตแฮนฯะตะบะพแต ฯัีตะต
- ฮฅะฑะธัะต ะธีฐะพฮบ
Demikianbunyi sebuah hadis yang artnya, manusia itu tempatnya salah dan lupa. Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, Kullu Ban dama khaun wa khairul kha at-tibna. (Setap keturunan Adam as. past melakukan kesalahan, dan orang yang baik adalah yang kembali dari kesalahan/dosa).
Menjadi manusia yang bersih tanpa memiliki dosa sedikit pun mungkin bisa dikatakan mustahil, dan sulit untuk ditemukan, kecuali orang-orang pilihan yang memang Allah kehendaki, atau orang yang memang Allah jaga dari segala perbuatan maksiat dan kesalahan. Selain mereka sebagai makhluk yang oleh Allah diberi nafsu dan akal, melakukan kesalahan seperti hal fitrah yang pasti dilakukan oleh manusia. Mengingat, salah satu kalam populer dalam Islam, yaitu โmanusia adalah tempatnya salah dan dosaโ. Meski tidak semua manusia melakukan maksiat dengan tujuan melanggar aturan dan menerobos koridor syariat Islam, sebagian dari mereka ada yang melakukan maksiat karena tidak disengaja, meski ada juga yang melakukannya dengan sengaja dan nyata. Semua umat Islam sepakat bahwa tindakan paling dibenci dan tidak diridhai oleh Allah adalah melakukan maksiat dan beberapa kesalahan lainnya. Maksiat dalam pembahasan ini adalah setiap pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam, baik dengan cara meninggalkan kewajiban, atau dengan mengerjakan setiap larangan. Atau, bisa juga diartikan setiap pekerjaan yang mampu menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Allah swt. Melakukan maksiat atau melanggar syariat Islam tentu memberikan dampak yang sangat buruk bagi umat manusia, dampak itu, misalnya seperti lupa pada kebenaran dan kesalahan. Ia tidak bisa membedakan keduanya, bahkan ia cenderung lebih dominan melakukan kesalahan. Pernyataan tegas ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin al-Muqdisi wafat 763 H, dalam salah satu kitabnya ุฅููู ุงููุนูุจูุฏู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุซูู ูู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุญูุชููู ููุจูููู ุฃูุณูููุฏู ู ูุฑูุจูุฏููุง ููุง ููุนูุฑููู ู ูุนูุฑููููุง ููููุง ููููููุฑู ู ูููููุฑูุง. Artinya, โSungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa kembali maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai hatinya tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.โ Syamsuddin al-Muqdisi, al-Adabusy Syarโiyah, [Darul Alam 1999], juz I, halaman 188. Al-Arifbillah Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari memberikan penjelasan lebih detail tentang penjelasan di atas. Menurutnya, titik hitam yang Allah tulis dalam hati ketika melakukan dosa bagai pakaian putih yang terkena kotoran hitam. Badan seseorang laksana pakaian putih, sedang kotoran hitam bagai titik hitam tersebut. Jika saat itu langsung dibersihkan dan dicuci, maka dengan gampang kotoran itu dapat dihilangkan, namun jika ditahan, bahkan tidak pernah mencucinya, maka bukan tidak mungkin baju yang awalnya putih menjadi hitam dan tidak seorang pun yang senang memakainya. Begitu juga dengan manusia, ketika ia melakukan dosa, kemudian membersihkan dosanya dengan bertaubat kepada Allah, maka titik hitam dalam hatinya akan dihapus, namun jika ditahan sampai satu bulan, satu tahun, atau bahkan selamanya, bukan tidak mungkin hatinya akan menjadi hati hitam. Dan, dampaknya akan lupa pada kebenaran, dan semua kehidupannya serba maksiat dan kesalahan. Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 31. Dampak dosa yang didapatkan sebab maksiat memang sangat buruk, bahkan semua yang mereka lakukan adalah tindakan yang menutupi hati mereka. Ruhani yang suci sudah dikalahkan oleh nafsu yang buta akan kebenaran. Dalam keadaan seperti ini, dalam Al-Qurโan Allah menegaskan ูููุง ุจููู ุฑูุงูู ุนูููู ูููููุจูููู ู ู ูุง ููุงูููุง ููููุณูุจูููู. ูููุง ุฅููููููู ู ุนููู ุฑูุจููููู ู ููููู ูุฆูุฐู ููู ูุญูุฌููุจูููู. ุซูู ูู ุฅููููููู ู ููุตูุงููู ุงููุฌูุญููู ู. ุงูู ุทูููู 14-16 Artinya, โSekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka 14. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Tuhannya 15. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.โ QS Al-Mutaffifin 14-16. Syekh Abdul Hamid wafat 1417 H dalam salah satu tafsirnya mengatakan bahwa banyaknya dosa yang dilakukan seorang hamba, tidak hanya berpengaruh pada dirinya dalam hal ibadah, lebih dari itu juga berpengaruh pada potensinya di masa yang akan datang. Menurutnya, ayat 14 pada surat Al-Mutaffifin di atas menjelaskan tentang dosa yang dilakukan secara terus-menerus, ia tidak memberikan jeda sedikit pun dengan melakukan tobat. Akibatnya, kebiasaan buruk itu akan tertanam dalam hatinya, melekat dalam jiwanya, dan akan menjadi watak, sehingga ia akan terhalang dari manisnya ketaatan.โ Abdul Hamid, ar-Rihabut Tafsir, [Darul Qahirah, Mesir 2010], juz VII, halaman 231. Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab timbulnya dosa dari melakukan maksiat adalah tergantung bagaimana umat Islam menjaga hatinya. Jika hatinya terlepas dari berbagai penyakit tercela mazmumah dan penyebab kerusakan hati lainnya, tentu akan sangat berat baginya untuk bisa diajak melakukan maksiat dan ringan melakukan ketaatan. Akan tetapi, jika dalam hatinya ada yang bermasalah, maka bukan tidak mungkin, bahkan rusaknya hati menjadi penyebab paling urgen dalam melakukan dosa. Lantas apa saja penyebab rusaknya hati? Sayyid Ahmad Bilal al-Bustani ar-Rifaโi al-Husaini merekam perkataan Imam Hasan Basri perihal beberapa penyebab rusaknya hati. Dalam kitabnya disebutkan ุงูููู ููุณูุงุฏู ุงููููููุจู ู ููู ุณูุชููุฉู ุฃูุดูููุงุกู ุฃููููููููุง ููุฐูููุจููููู ุจูุฑูุฌูุงุกู ุงูุชููููุจูุฉูุ ููููุชูุนููููู ููููู ุงูุนูููู ู ููููุงููุนูู ูููููููุ ููุงูุฐูุง ุนูู ููููุง ููุงููุฎูููุตูููููุ ููููุฃููููููููู ุฑูุฒููู ุงูููู ููููุงููุดูููุฑูููููุ ููููุง ููุฑูุถููููู ุจูููุณูู ูุฉู ุงููููุ ููููุฏููููููููู ู ูููุชูุงููู ู ููููุง ููุนูุชูุจูุฑููููู Artinya, โSungguh rusaknya hati disebabkan enam hal, 1 terus menerus melakukan dosa dengan harapan tobat; 2 belajar ilmu dan tidak mengamalkannya; 3 jika beramal tidak ikhlas; 4 memakan rizki Allah dan tidak bersyukur; 5 tidak ridha dengan pembagian Allah; dan 6 mengubur orang mati dari mereka, namun tidak mengambil pelajaran.โ Ahmad Bilal al-Bustani, Farhatun Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 43. Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari menjelaskan lebih detail perihal dampak-dampak dari dosa yang dilakukan seorang hamba, dan bisa disimpulkan menjadi dua bagian; 1 dampak secara nyata dhahir. Misalnya, merusak kesepakatan dengan Allah swt. Artinya, dengan melakukan dosa, seorang hamba sudah menerjang janji yang sudah Allah berikan kepadanya, seperti mengerjakan semua kewajiban-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Dampak yang lain seperti akan semakin berani untuk menampakkan pekerjaan-pekerjaan yang diridhai oleh Allah, malas dalam beribadah, hilangnya cahaya hidayah darinya; dan 2 dampak secara batin. Misalnya, menjadikan hati keras, dengan tidak bisa menerima nasihat-nasihat baik, hilangnya rasa manis dari ketaatan, dan jiwanya dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, serta akan lupa pada akhirat dengan segala akuntasi yang akan ia hadapi kelak. Menurut Ibnu Athaillah, semua ini akan terjadi pada diri orang-orang yang melakukan maksiat. Seharusnya, tanpa adanya dampak-dampak yang telah disebutkan sekali pun, bahkan hanya sekadar berganti nama, misalnya dari predikat orang yang taat menjadi orang yang hianat, sudah sangat cukup untuk memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk pada diri manusia. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Athaillah ูููููู ููู ู ูููููู ููู ุงูู ูุนูุตูููุฉู ุงููููุง ุชูุจูุฏูููู ุงููุงูุณูู ู ููููุงูู ููุงููููุงุ ููุงูููููู ุงูุฐูุง ููููุชู ุทูุงุฆูุนูุง ุชูุณูู ููู ุจูุงููู ูุญูุณููู ุงูู ูููุจูููุ ููุงูุฐูุง ููููุชู ุนูุงุตูููุง ุงูููุชููููู ุงุณูู ููู ุงูููู ุงูู ูุณูููุฆู ุงูู ูุนูุฑูุถู Artinya, โJika seandainya dalam maksiat tidak ada dampak selain perubahan nama, maka hal itu sudah sangat cukup; maka sesungguhnya, jika engkau adalah orang yang taat, dan dinamai orang baik yang menghadap Allah, dan jika engkau bermaksiat, maka namamu berubah menjadi orang jelek yang berpaling.โ Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, 2015, halaman 44. Jika dengan perubahan nama saja seharusnya memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk bagi diri manusia, lantas bagaimana jika perubahan itu sampai merubah kenyamaan rasa taat menjadi kenyamanan maksiat dan kenyamanan bermunajat berganti menjadi budak syahwat? Ini masih dalam persoalan dampak, lain lagi jika sampai berdampak pada sikap. Jika sikap awalnya adalah orang yang baik muhsin berbalik menjadi orang yang jelek musiโ. Dan semoga oleh Allah selalu dijauhi, jika dengan melakukan dosa bisa berdampak pada hilangnya derajat mulia di sisi Allah menjadi orang yang sangat hina? Oleh karenanya, sebagai umat Islam harus selalu memohon pertolongan kepada Allah, agar dijauhi dari berbagai penyakit-penyakit hati yang bisa menggerogoti keimanan yang telah tertanam dalam hati, juga memohon agar kenyamanan taat tidak hilang dan diganti menjadi kenyamanan maksiat. Derajat yang sudah diraih di sisi Allah tidak sampai diturunkan, minimal jika tidak bisa berupaya untuk semakin meninggikan derajat di sisi-Nya dengan selalu menaambah ketaatan, tidak turun dengan adanya kemaksiatan. Artinya, sebisa mungkin maksiat tidak dilakukan, karena bisa menjadi penyebab hilangnya derajat mulia yang telah diraih di sisi Allah. Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan.kritik hadis dan historis tentang puasa asyura. Dan berikut ini adalah kutipan salah satu hadis tentang puasa Asyura dari Shahih Bukhari nomor 1865 yang menjadi dasar diberlakukannya puasa Asyura: Terlebih lagi bila sejarah itu terkait dengan sebuah pembantaian manusia-manusia terbaik. Imam Husein as yang oleh Rasulullah saw disebut1. Janganlah memandang kecil kesalahan dosa tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai. HR. Aththusi 2. Perbuatan dosa mengakibatkan sial terhadap orang yang bukan pelakunya. Kalau dia mencelanya maka bisa terkena ujian cobaan. Kalau menggunjingnya dia berdosa dan kalau dia menyetujuinya maka seolah-olah dia ikut melakukannya. HR. Ad-Dailami 3. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Tiada dua orang saling mengasihi lalu bertengkar dan berpisah kecuali karena akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari keduanya. HR. Ad-Dailami 4. Celaka orang yang banyak zikrullah dengan lidahnya tapi bermaksiat terhadap Allah dengan perbuatannya. HR. Ad-Dailami 5. Barangsiapa mencari pujian manusia dengan bermaksiat terhadap Allah maka orang-orang yang memujinya akan berbalik mencelanya. Ibnu Hibban 6. Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. HR. Tirmidzi dan Al Hakim 7. Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Allah telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasulullah membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi โDan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.โ Mashabih Assunnah 8. Apabila suatu kesalahan diperbuat di muka bumi maka orang yang melihatnya dan tidak menyukainya seolah-olah tidak hadir di tempat, dan orang yang tidak melihat terjadinya perbuatan tersebut tapi rela maka seolah-olah dia melihatnya. HR. Abu Dawud 9. Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah maka ia akan memperoleh keridhoan Allah. HR. Abu Yaโla 10. Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun pada kenyataannya mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. HR. Ath-Thabrani 11. Jangan menyiksa dengan siksaan Allah artinya menyiksa dengan api. HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi 12. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka dipercepat tindakan hukuman atas dosanya di dunia dan jika Allah menghendaki bagi hambanya keburukan maka disimpan dosanya sampai dia harus menebusnya pada hari kiamat. HR. Tirmidzi dan Al-Baihaqi 13. Apabila kamu menyaksikan pemberian Allah dari materi dunia atas perbuatan dosa menurut kehendakNya, maka sesungguhnya itu adalah uluran waktu dan penangguhan tempo belaka. Kemudian Rasulullah Saw membaca firman Allah Swt dalam surat Al Anโam ayat 44 โMaka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu, mereka terdiam berputus asa.โ HR. Ahmad dan Ath-Thabrani 14. Sayyidina Ali Ra berkata โRasulullah menyuruh kami bila berjumpa dengan ahli maksiat agar kami berwajah masam.โ HR. Ath-Thahawi 15. Bagaimana kamu apabila dilanda lima perkara? Kalau aku Rasulullah Saw, aku berlindung kepada Allah agar tidak menimpa kamu atau kamu mengalaminya. 1 Jika perbuatan mesum dalam suatu kaum sudah dilakukan terang-terangan maka akan timbul wabah dan penyakit-penyakit yang belum pernah menimpa orang-orang terdahulu. 2 Jika suatu kaum menolak mengeluarkan zakat maka Allah akan menghentikan turunnya hujan. Kalau bukan karena binatang-binatang ternak tentu hujan tidak akan diturunkan sama sekali. 3 Jika suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan maka Allah akan menimpakan paceklik beberapa waktu, kesulitan pangan dan kezaliman penguasa. 4 Jika penguasa-penguasa mereka melaksanakan hukum yang bukan dari Allah maka Allah akan menguasakan musuh-musuh mereka untuk memerintah dan merampas harta kekayaan mereka. 5 Jika mereka menyia-nyiakan Kitabullah dan sunah Nabi maka Allah menjadikan permusuhan di antara mereka. HR. Ahmad dan Ibnu Majah 16. Tiada seorang berzina selagi dia mukmin, tiada seorang mencuri selagi dia mukmin, dan tiada seorang minum khamar pada saat minum dia mukmin. Mutafaqโalaih Penjelasan Ketika seorang berzina, mencuri dan minum khamar maka pada saat itu dia bukan seorang mukmin. 17. Aku beritahukan yang terbesar dari dosa-dosa besar. Rasulullah Saw mengulangnya hingga tiga kali. Pertama, mempersekutukan Allah. Kedua, durhaka terhadap orang tua, dan ketiga, bersaksi palsu atau berucap palsu. Ketika itu beliau sedang berbaring kemudian duduk dan mengulangi ucapannya tiga kali, sedang kami mengharap beliau berhenti mengucapkannya. Mutafaqโalaih 18. Rasulullah Saw melaknat orang yang mengambil riba, yang menjalani riba dan kedua orang saksi mereka. Beliau bersabda โMereka semua sama berdosanyaโ. HR. Ahmad 19. Ada empat kelompok orang yang pada pagi dan petang hari dimurkai Allah. Para sahabat lalu bertanya, โSiapakah mereka itu, ya Rasulullah?โ Beliau lalu menjawab, โLaki-laki yang menyerupai perempuan, perempuan yang menyerupai laki-laki, orang yang menyetubuhi hewan, dan orang-orang yang homoseks. HR. Ahmad dan Ath-Thabrani 20. Tiap minuman yang memabukkan adalah haram baik sedikit maupun banyak. HR. Ahmad 21. Allah menyukai keringanan-keringanan perintahNya rukhsah dilaksanakan sebagaimana Dia membenci dilanggarnya laranganNya. HR. Ahmad 22. Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina. HR. An-Nasaaโi dan Ahmad ManusiaTak Luput Salah dan Dosa, Ini 5 Syarat Bertaubat. Suandri Ansah Kamis, 24 Maret 2022 - 20:00 WIB. Ilustrasi. Foto: LANGIT7.ID, Jakarta - Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan dosa, sebab manusia tempatnya luput dan salah. Namun, dibanding kesalahan manusia, rahmat dan pengampunan Allah sangatlah besar.
Berdasarkanmakna Hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi berbuat suatu kesalahan yaitu menuntut adanya perbaikan. Perbaikan disini dimaknai dengan sikap taubat. Makna taubat sejatinya adalah menyesali terhadap dosa-dosa yang diperbuat, memohon ampun pada Allah dan berkomitmen untuk tidak terjerumus pada lubang kesalahan yang sama.
Menjadi manusia yang bersih tanpa memiliki dosa sedikit pun mungkin bisa dikatakan mustahil, dan sulit untuk ditemukan, kecuali orang-orang pilihan yang memang Allah kehendaki, atau orang yang memang Allah jaga dari segala perbuatan maksiat dan kesalahan. Selain mereka sebagai makhluk yang oleh Allah diberi nafsu dan akal, melakukan kesalahan seperti hal fitrah yang pasti dilakukan oleh manusia. Mengingat, salah satu kalam populer dalam Islam, yaitu โmanusia adalah tempatnya salah dan dosaโ. Meski, tidak semua manusia melakukan maksiat dengan tujuan melanggar aturan dan menerobos koridor syariat Islam, sebagian dari mereka ada yang melakukan maksiat karena tidak disengaja, meski ada juga yang melakukannya dengan sengaja dan nyata. Semua umat Islam sepakat bahwa tindakan paling dibenci dan tidak diridhai oleh Allah adalah melakukan maksiat dan beberapa kesalahan lainnya. Maksiat dalam pembahasan ini adalah setiap pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam, baik dengan cara meninggalkan kewajiban, atau dengan mengerjakan setiap larangan. Atau, bisa juga diartikan setiap pekerjaan yang mampu menghalangi kedekatan seorang hamba dengan Allah swt. Melakukan maksiat atau melanggar syariat Islam tentu memberikan dampak yang sangat buruk bagi umat manusia, dampak itu, misalnya seperti lupa pada kebenaran dan kesalahan. Ia tidak bisa membedakan keduanya. Bahkan ia cenderung lebih dominan melakukan kesalahan. Pernyataan tegas ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad Muflih Syamsuddin al-Muqdisi wafat 763 H, dalam salah satu kitabnya ุฅููู ุงููุนูุจูุฏู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุซูู ูู ุฅุฐูุง ุฃูุฐูููุจู ููููุชู ููู ููููุจููู ููููุชูุฉู ุณูููุฏูุงุกู ุญูุชููู ููุจูููู ุฃูุณูููุฏู ู ูุฑูุจูุฏููุง ููุง ููุนูุฑููู ู ูุนูุฑููููุง ููููุง ููููููุฑู ู ูููููุฑูุง. Artinya, โSungguh apabila seorang hamba melakukan dosa, maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, kemudian jika melakukan dosa kembali maka akan ditulis dalam hatinya sebuah titik hitam, sampai hatinya tersisa menjadi hati hitam selamanya, ia tidak akan mengetahui kebenaran, ia juga tidak akan ingkar pada kemungkaran.โ Syamsuddin al-Muqdisi, al-Adabusy Syarโiyah, [Darul Alam 1999], juz I, halaman 188. Al-Arif billah Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim, atau yang lebih dkenal dengan sebutan Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari memberikan penjelasan lebih detail tentang penjelasan di atas. Menurutnya, titik hitam yang Allah tulis dalam hati ketika melakukan dosa bagai pakaian putih yang terkena kotoran hitam. Badan seseorang laksana pakaian putih, sedang kotoran hitam bagai titik hitam tersebut. Jika saat itu langsung dibersihkan dan dicuci, maka dengan gampang kotoran itu dapat dihilangkan. Namun jika ditahan, bahkan tidak pernah mencucinya, maka bukan tidak mungkin baju yang awalnya putih menjadi hitam dan tidak seorang pun yang senang memakainya. Begitu juga dengan manusia, ketika ia melakukan dosa, kemudian membersihkan dosanya dengan bertobat kepada Allah, maka titik hitam dalam hatinya akan dihapus. Namun jika ditahan sampai satu bulan, satu tahun, atau bahkan selamanya, bukan tidak mungkin hatinya akan menjadi hati hitam. Dampaknya akan lupa pada kebenaran, dan semua kehidupannya serba maksiat dan kesalahan. Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 31. Dampak dosa yang didapatkan sebab maksiat memang sangat buruk. Bahkan semua yang mereka lakukan adalah tindakan yang menutupi hati mereka. Rohani yang suci sudah dikalahkan oleh nafsu yang buta akan kebenaran. Dalam keadaan seperti ini, dalam Al-Qurโan Allah menegaskan ูููุง ุจููู ุฑูุงูู ุนูููู ูููููุจูููู ู ู ูุง ููุงูููุง ููููุณูุจูููู. ูููุง ุฅููููููู ู ุนููู ุฑูุจููููู ู ููููู ูุฆูุฐู ููู ูุญูุฌููุจูููู. ุซูู ูู ุฅููููููู ู ููุตูุงููู ุงููุฌูุญููู ู Artinya, โSekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka 14. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari melihat Tuhannya 15. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka.โ QS Al-Mutaffifin 14-16. Syekh Abdul Hamid wafat 1417 H dalam salah satu tafsirnya mengatakan bahwa banyaknya dosa yang dilakukan seorang hamba, tidak hanya berpengaruh pada dirinya dalam hal ibadah, lebih dari itu juga berpengaruh pada potensinya di masa yang akan datang. Menurutnya, ayat 14 pada surat Al-Mutaffifin di atas menjelaskan tentang dosa yang dilakukan secara terus-menerus, ia tidak memberikan jeda sedikit pun dengan melakukan tobat. Akibatnya, kebiasaan buruk itu akan tertanam dalam hatinya, melekat dalam jiwanya, dan akan menjadi watak, sehingga ia akan terhalang dari manisnya ketaatan.โ Abdul Hamid, ar-Rihabut Tafsir, [Darul Qahirah, Mesir 2010], juz VII, halaman 231. Jika ditelusuri lebih dalam, penyebab timbulnya dosa dari melakukan maksiat adalah tergantung bagaimana umat Islam menjaga hatinya. Jika hatinya terlepas dari berbagai penyakit tercela mazmumah dan penyebab kerusakan hati lainnya, tentu akan sangat berat baginya untuk bisa diajak melakukan maksiat dan ringan melakukan ketaatan. Akan tetapi, jika dalam hatinya ada yang bermasalah, maka bukan tidak mungkin, bahkan rusaknya hati menjadi penyebab paling urgen dalam melakukan dosa. Lantas apa saja penyebab rusaknya hati? Sayyid Ahmad Bilal al-Bustani ar-Rifaโi al-Husaini merekam perkataan Imam Hasan Basri perihal beberapa penyebab rusaknya hati. Dalam kitabnya disebutkan ุงูููู ููุณูุงุฏู ุงููููููุจู ู ููู ุณูุชููุฉู ุฃูุดูููุงุกู ุฃููููููููุง ููุฐูููุจููููู ุจูุฑูุฌูุงุกู ุงูุชููููุจูุฉูุ ููููุชูุนููููู ููููู ุงูุนูููู ู ููููุงููุนูู ูููููููุ ููุงูุฐูุง ุนูู ููููุง ููุงููุฎูููุตูููููุ ููููุฃููููููููู ุฑูุฒููู ุงูููู ููููุงููุดูููุฑูููููุ ููููุง ููุฑูุถููููู ุจูููุณูู ูุฉู ุงููููุ ููููุฏููููููููู ู ูููุชูุงููู ู ููููุง ููุนูุชูุจูุฑููููู Artinya, โSungguh rusaknya hati disebabkan enam hal, 1 terus menerus melakukan dosa dengan harapan tobat; 2 belajar ilmu dan tidak mengamalkannya; 3 jika beramal tidak ikhlas; 4 memakan rizki Allah dan tidak bersyukur; 5 tidak ridha dengan pembagian Allah; dan 6 mengubur orang mati dari mereka, namun tidak mengambil pelajaran.โ Ahmad Bilal al-Bustani, Farhatun Nufus, [Bairut, Darul Kutubil Ilmiah, Lebanon 2015], halaman 43. Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari menjelaskan lebih detail perihal dampak-dampak dari dosa yang dilakukan seorang hamba, dan bisa disimpulkan menjadi dua bagian; 1 dampak secara nyata dhahir. Misalnya, merusak kesepakatan dengan Allah swt. Artinya, dengan melakukan dosa, seorang hamba sudah menerjang janji yang sudah Allah berikan kepadanya, seperti mengerjakan semua kewajiban-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya. Dampak yang lain seperti akan semakin berani untuk menampakkan pekerjaan-pekerjaan yang diridhai oleh Allah, malas dalam beribadah, hilangnya cahaya hidayah darinya; dan 2 dampak secara batin. Misalnya, menjadikan hati keras, dengan tidak bisa menerima nasihat-nasihat baik, hilangnya rasa manis dari ketaatan, dan jiwanya dikuasai oleh nafsu-nafsu setan, serta akan lupa pada akhirat dengan segala akuntasi yang akan ia hadapi kelak. Menurut Ibnu Athaillah, semua ini akan terjadi pada diri orang-orang yang melakukan maksiat. Seharusnya, tanpa adanya dampak-dampak yang telah disebutkan sekali pun, bahkan hanya sekadar berganti nama, misalnya dari predikat orang yang taat menjadi orang yang hianat, sudah sangat cukup untuk memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk pada diri manusia. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Athaillah ูููููู ููู ู ูููููู ููู ุงูู ูุนูุตูููุฉู ุงููููุง ุชูุจูุฏูููู ุงููุงูุณูู ู ููููุงูู ููุงููููุงุ ููุงูููููู ุงูุฐูุง ููููุชู ุทูุงุฆูุนูุง ุชูุณูู ููู ุจูุงููู ูุญูุณููู ุงูู ูููุจูููุ ููุงูุฐูุง ููููุชู ุนูุงุตูููุง ุงูููุชููููู ุงุณูู ููู ุงูููู ุงูู ูุณูููุฆู ุงูู ูุนูุฑูุถู Artinya, โJika seandainya dalam maksiat tidak ada dampak selain perubahan nama, maka hal itu sudah sangat cukup; maka sesungguhnya, jika engkau adalah orang yang taat, dan dinamai orang baik yang menghadap Allah, dan jika engkau bermaksiat, maka namamu berubah menjadi orang jelek yang berpaling.โ Ibnu Athaillah, Tajul Arus al-Hawi li Tahdzibin Nufus, 2015, halaman 44. Jika dengan perubahan nama saja seharusnya memberikan kesadaran bahwa dosa memang sangat buruk bagi diri manusia, lantas bagaimana jika perubahan itu sampai merubah kenyamaan rasa taat menjadi kenyamanan maksiat dan kenyamanan bermunajat berganti menjadi budak syahwat? Ini masih dalam persoalan dampak, lain lagi jika sampai berdampak pada sikap. Jika sikap awalnya adalah orang yang baik muhsin berbalik menjadi orang yang jelek musiโ. Dan semoga oleh Allah selalu dijauhi, jika dengan melakukan dosa bisa berdampak pada hilangnya derajat mulia di sisi Allah menjadi orang yang sangat hina? Oleh karenanya, sebagai umat Islam harus selalu memohon pertolongan kepada Allah, agar dijauhi dari berbagai penyakit-penyakit hati yang bisa menggerogoti keimanan yang telah tertanam dalam hati, juga memohon agar kenyamanan taat tidak hilang dan diganti menjadi kenyamanan maksiat. Derajat yang sudah diraih di sisi Allah tidak sampai diturunkan, minimal jika tidak bisa berupaya untuk semakin meninggikan derajat di sisi-Nya dengan selalu menambah ketaatan, tidak turun dengan adanya kemaksiatan. Artinya, sebisa mungkin maksiat tidak dilakukan, karena bisa menjadi penyebab hilangnya derajat mulia yang telah diraih di sisi Allah. Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.Adanyakewajiban berusaha bagi manusia, tidak berarti bahwa Allah swt. tidak berkuasa untuk mendatangkan rezeki begitu saja kepada manusia, tetapi dimaksudkan agar manusia menghargai dirinya sendiri dan usahanya, sekaligus agar tidak berlaku semena-mena atau melampaui batas, sebagaimana dinyatakan oleh Syaqiq Ibrahim dalam menafsirkan ayat:
Oleh Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog Salah satu kehidupan manusia adalah suka berbuat salah dan dosa. Manusia membutuhkan cara untuk menutupi kekurangannya itu, khususnya dosa yang terarah kepada sesama manusia. Saat orang lain berbuat salah dan dosa yang terarah kepada kita, kita diajari untuk memaafkan. Saat kita berbuat salah dan dosa kepada []eRklfqm.